Batman Begins - Help Select Putera Sumbawa Batman Begins - Help Select

hujan kembang api

Kamis, 03 Juli 2014

KHITTAH MUHAMMADIYAH TENTANG MASALAH POLITIK



BAB I
PENDAHULUAN
 1. LATAR BELAKANG
Berbicara tentang Muhammadiyah dan Politik Islam, tidaklah dimaksudkan untuk membawa pemikiran kepada perwujudan Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi politik, apalagi menjadi partai politik. Namun, sejauh yang bisa kita amati sepanjang sejarah peran serta Muhammadiyah dalam dinamika Bangsa Indonesia, adalah wajar apabila kita merenungkan kembali peran amar makruf nahi munkar yang selama ini menjadi trade mark Muhammadiyah, bukan hanya dalam dataran sosial kemasyarakatan, tetapi juga dalam dataran sosial politik. Akhir-akhir ini banyak komentar yang menyatakan bahwa dengan masuknya Muhammadiyah dalam diskursus politik praktis, berarti telah meninggalkan khittahnya sebagai gerakan amar makruf nahi munkar. Betulkah demikian? tulisan berikut ini mencoba melihat realitas hubungan Muhammadiyah dan politik, serta dampak logisnya dalam konteks amar makruf nahi munkar.
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah dan bukan gerakan politik. Deklarasi dan sekaligus pemagaran diri Muhammadiyah dari polotik,khususnya politik-praktis(politik yang berorientasi pada perjuangan meraih kekuasaan di ranah Negara sebagaimana partai politik,perjuangan di kancah real politics), secara organisatoris dan kelembagaan kemudian dikukuhkan melalui Khitthah Muhammadiyah, yang disertai dengan kebijakan-kebijakan Pimpinan Puat Muhammadiyah maupun produk-produk Permusyawaratan dalam Muhammadiyah dalam melaksanakannya.
Kristalisasi paham Muhammadiyah yang menyangkut relasi dakwah dan politik dapat dilacak melalui rumusan-rumusan Khitthah-Khitthah perjuangan yang telah digariskan dalam permusyawaratan persyarikatan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Dimensi Politik
Pemuda Muhammadiyah berpandangan bahwa agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah menilai bahwa politik dan berpolitik bukanlah hal yang dilarang oleh agama. Dan Pemuda Muhammadiyah bukanlah organisasi apolitik. Bahkan sebaliknya, Pemuda Muhammadiyah menjadikan politik sebagai salah satu sarana dakwah yang paling efektif dalam membumikan kehendak Tuhan di muka bumi. Namun demikian, Pemuda Muhammadiyah meyakini bahwa kekuasaan politik merupakan ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagaimana firman-Nya dalam surat al-An’am ayat 165 yang berbunyi:
Artinya : Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di muka bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Oleh karena kekuasaan politik merupakan bagian dari ujian Allah, maka Pemuda Muhammadiyah harus mengarahkan perjuangan politiknya bagi kepentingan Islam dan umat Islam. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemuda Muhammadiyah dituntut melakukan langkah-langkah sistematis dan strategis melalui empat strategi dan lapangan perjuangan politik yaitu: Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan Negara.
Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara.
Ketiga, mengelola fragmentasi potensi dan kekuatan politik secara baik dan benar agar seluruh kepentingan umat Islam dapat terakomodasi secara maksimal. Bila usaha untuk mempersatukan partai-partai politik Islam di bawah satu bendera sulit dilakukan, maka hal yang paling mungkin dilakukan adalah mempersatukan politisi Islam di lembaga-lembaga legislatif mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah. Meskipun kenderaan politik berbeda, namun tujuan dan orientasinya haruslah tetap sama.
Keempat, pembumian nilai-nilai keislaman di jalur kultural (cultural approach). Melalui lahan ini, Pemuda Muhammadiyah memiliki peluang yang cukup besar untuk meningkatkan energi sumber daya umat sebagai basis penguatan civil society. Target akhir yang ingin dicapai adalah agar Pemuda Muhammadiyah dapat menyalurkan aspirasi politiknya secara maksimal dalam menjaga kelangsungan agama sekaligus menata kehidupan dunia (hirasat al-din wa siyasat al-dunya).
B. Muhammadiyah dan Politik
Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya. Apa itu khittah? Khittah secara bahasa berarti langkah atau jalan. Dalam dunia gerakan Muhammadiyah, Khittah dipakai untuk menyebut panduan langkah-langkah dalam berjuang. Khittah adalah pedoman yang dipegang oleh Muhammadiyah yang sangat berguna ketika menghadapi kenyataan yang sebenarnya di masyarakat. Singkatnya khittah adalah garis-garis garis haluan perjuangan Muhammadiyah. Salah satu Khittah Perjuangan Muhammadiyah berisi pernyataan tentang Muhammadiyah dan Politik. Adapun pola dasar perjuangan Muhammadiyah dalam berpolitik, dengan penjelasan sebagai berikut :
1.      Menegaskan bahwa Muhammadiyah berjuang untuk mencapai keyakinan yang bersumber pada ajaran islam.
2.      Menegaskan bahwa untuk mencapai suatu keyakinan yang bersumber pada ajaran islam tersebut dilaksanakan dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
3.      Menegaskan bahwa kegiatan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dilaksanakan melalui dua saluran yaitu : saluran politik kenegaraan dan saluran masyarakat.
4.      Menegaskan bahwa alat yang digunakan untuk dakwah amar ma’ruf nahi munkar bidang politik dengan mendirikan partai politik, sementara organanisasi kemasyarakatan dengan organisasi non partai.
5.      Menegaskan bahwa Muhammadiyah memilih dan menetapkan dirinya sebagai gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sedangkan alat perjuangannya di bidang politik Muhammadiyah membentuk partai politik.
6.      Menyebutkan peraturan yang mengatur hubungan Muhammadiyah dan partai politik
7.      Partai politik merupakan objek binaan Muhammadiyah.
8.      Antara Muhammadiyah dan partai politik tidak ada hubungan organisatoris tetapi memiliki hubungan ideologis.
9.      Muhammadiyah dan partai politik berjalan menurut caranya masing-masing yang penting tujuannya sama.
10.  Tidak di ijinkan rangkap jaabatan di Muhammadiyah dan partai politik.
Dengan dakwah amar ma ma’ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya.
            Pada masa Demokrasi Liberal yang berlangsung antara tahun 1945 hingga 1959, hubungan Muhammadiyah dengan Partai Politik serasa amat dekat. Ketika pemerintah mengumumkan berdirinya partai-partai politik pada 3 Nopember 1945, Muhammadiyah ikut mendirikan Masyumi melalui Muktamar Islam Indonesia, 7-8 Nopember 1945, di mana Muhammadiyah menjadi anggota istimewa partai politik ummat Islam pertama tersebut. Selama waktu tahun 1945 hingga 1959, kita melihat 50 % keanggotaan Masyumi adalah kader-kader Muhammadiyah. Dan selama waktu itu pula, kader-kader Muhammadiyah banyak ditempatkan di kabinet Hatta, Sahrir, Wilopo, Sukiman, Amir Syarifuddin, Burhanuddin Harahap, Ali I, Juanda, hingga Ali II. Tarik ulur kepentingan Muhammadiyah dalam Masyumi memang sedikit mengalami dinamika, misalnya dengan persoalan posisi status keanggotaan Muhammadiyah di Masyumi.
Hal ini sempat dibicarakan pada sidang Tanwir Muhammadiyah 1956 di Yogyakarta yang merekomendasikan peninjauan ulang status keanggotaan Muhammadiyah di Masyumi. Hal serupa terulang pada Sidang Tanwir Muhammadiyah 1957, dengan rekomendasi yang lebih jelas, agar Muhammadiyah keluar dari anggota istimewa Masyumi. Namun melaksanakan keputusan ini tidaklah mudah di lapangan. Pada sidang Tanwir tahun 1958, persoalan ini mengambang kembali, dan justru Sidang menyerahkan kepada PP Muhammadiyah. Sekali lagi, Pada Sidang Tanwir tahun 1959 di Jakarta, persoalan ini muncul lagi dan sempat diadakan voting. Hasilnya 13 orang menyatakan Muhammadiyah harus keluar dari keanggotaan Masyumi, 18 menolak, dan 3 orang abstain. Persoalan ini baru tuntas ketika PP Muhammadiyah menyelenggarakan Pleno tahun 1959, yang memutuskan Muhammadiyah keluar dari keanggotaan Masyumi.
Pada masa Demokrasi Terpimpin 1959 hingga 1966, tidak banyak peristiwa yang bisa kita telaah. Hal ini terjadi karena iklim demokrasi yang kurang kondusif. Kepemimpinan nasional terpusat pada presiden. Jika ada MPRS, DPRS, dan DPAS, hanya merupakan boneka yang dibuat sedemikian rupa hingga amat tergantung dari presiden. Dari sisi politik, Muhammadiyah, sebagaimana para politisi muslim idealis tidak banyak diuntungkan dalam kondisi seperti ini. Pada paruh pertama masa Demokrasi terpimpin ini, arus besar pandangan masyarakat (dimobilisasi untuk) mendukung kepemimpinan nasional, dengan munculnya berbagai gelar untuk Soekarno, seperti Pemimpin Besar Revolusi, yang diikuti oleh faham Soekarnoisme.
Hingga kini, sisa-sisa kultur politik ini masih nampak dalam berbagai atribut partai Politik beserta jargon-jargonnya. Namun alhamdulillah, Muhammadiyah tidak sampai turut dalam aksi dukung-mendukung terhadap kepemimpinan nasional waktu itu, yang ternyata banyak melakukan penyimpangan dan terkoreksi pada masa sesudahnya. Pada paruh kedua masa Demokrasi Terpimpin, arus balik terjadi, di mana hujatan pada sistem dan kepemimpinan nasional semakin seru, yang berujung pada lengsernya Bung Karno tahun 1965 setelah peristiwa G.30/S/PKI.
Pada masa Orde Baru, terjadi perubahan mengerucut. Paradigma Pembangunan yang mengedepankan pembangunan ekonomi daripada politik, berdampak pada penyederhanaan organisasi sosial politik (lebih tegasnya Partai Politik). Sayangnya, langkah ini banyak berimplikasi pada peminggiran peran partai politik dalam proses pembangunan. Sementara di sisi lain, menguatnya institusi pemerintah yang diperkuat dengan (Partai) Golkar. Secara kelembagaan, Muhammadiyah tidak memiliki hubungan apapun dengan partai politik pada masa ini. Namun dampak dari situasi politik ini bagi Muhammadiyah (dan juga terhadap ummat Islam umumnya) adalah tiadanya ikatan emosional yang kuat dengan partai politik manapun.
Dan inilah yang melahirkan pemikiran high politik, dalam mana Muhammadiyah lebih menekankan partisipasinya pada konsep-konsep pembangunan dan wacana intelektual, misalnya tentang konsep kenegaraan, konsep pembangunan politik, pembangunan ekonomi dan seterusnya melalui berbagai aktivitas akademik maupun penelitian dan penulisan baik yang diselenggarakan oleh PTM maupun Persyarikatan. Sementara itu beberapa kader Muhammadiyah yang memiliki bakat dan kesempatan untuk berpolitik praktis, dipersilahkan untuk bergabung ke PPP, Golkar, maupun PDI. Situasi inilah yang kemudian melahirkan komitemen Muhammadiyah sebagai tenda besar kulturalyang diharapkan tetap menjaga jarak dengan semua partai politik sekaligus melindungi para politisinya yang ada di mana-mana.
Memang situasi keterkungkungan politik ini ada juga dampaknya secara organisatoris terhadap Muhammadiyah (dan juga terhadap ormas lainnya), ketika diterapkan UU Keormasan nomor 8 tahun 1985, terutama masalah asas tunggal Pancasila. Pada Anggaran Dasar (kesebelas) tahun 1985 melalui Muktamar ke 41 di Surakarta. Pada Bab I Pasal 1 tentang Nama, Identitas dan Kedudukan, dinyatakan bahwa Persyarikatan ini (Muhammadiyah) beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Sementara itu pada Bab II Pasal 2 tentang Asas, dinyatakan bahwa “Persyarikatan ini berasas Pancasila”. Kultur politik Orba Baru ini rupanya sebagian masih tersisa sekarang. Arus besar Reformasi yang terjadi sejak 1997, sebenarnya tidak lepas dari peran Muhammadiyah.
Pada era Reformasi, Peran politik penting Muhammadiyah menunjukkan keberanian yang signifikan seiring dengan arus besar keinginan masyarakat untuk mengembalikan potensi politik bangsa Indonesia. Di sinilah terjadi pematangan dan implementasi gerakanamar makruf nahi munkar dalam aspek politik yang sudah digodok cukup lama pada masa Orde Baru. Pada Sidang Tanwir 1998 di Semarang (setahun setelah jatuhnya rezim Orde Baru), peluang Muhammadiyah untuk menjadi Parpol amat besar. Namun rupanya keputusan Sidang Tanwir tersebut amat dewasa, dengan menyatakan bahwa Muhammadiyah tidak akan menjadi partai politik.
Warga Muhammadiyah dipersilahkan mendirikan partai politik atau bergabung dengan partai yang ada, dan secara institusional tidak ada hubungan antara parpol manapun dengan Muhammadiyah. Dalam konteks ini, yang kita lihat adalah formulasi peran politik Muhammadiyah melalui kader-kadernya dalam apa yang disebut-sebut sebagai high politik tadi. Beberapa isyu politik penting berhasil diangkat, seperti demokratisasi, pemberantasan KKN, dan Keadilan. Seluruh isyu tersebut memang merupakan mainstream Reformasi dan sekaligus sejalan dengan watak Muhammadiyah sebagai gerakan reformis. Implikasi praktis dari arus besar ini antara lain dapat kita lihat betapa perwujudan kepemimpinan nasional dengan lahirnya poros tengah dan mengusung Gus Dur ke Istana (melalui Pemilu 1999), meskipun pada akhirnya langkah ini harus segera dikoreksi pada pertengahan tahun 2002.
Pada perjalanan pemerintahan Megawati, akumulasi ketidakpuasan terhadap perjalanan reformasi ini semakin menguat. Karena itu wajar bila pada momentum Pemilu 2004, Muhammadiyah (dan seluruh komponen reformasi) berharap terjadi perubahan yang signifikan.

4. REALITA POLITIK MUHAMMADIYAH SAAT INI
Muhammadiyah tidak akan terpisah atau dipisahkan dengan politik, karena bagaianapun politik adalah hulu dari segala kebijakan, hanya saja kegiatan politik muhammadiyah adalah politik yang bermartabat dan tidak akan mengorbankan nilai-nilai kepatutan dan keIslaman.
Saat ini ada dua kelompok dalam internal Muhammadiyah yang memandang soal politik. Kelompok pertama, menginginkan Muhamadiyah terlibat dalam politik praktis, karena mereka menganggap tanpa mengambil poitik praktis, maka Muhamadiyah akan kesulitan memperjuangkan kepentingan umat Islam dalam ranah publik. Sedangkan kelompok yang kedua yang tidak ingin Muhammadiyah terlibat pada politik praktis, karena hanya akan membuat tarik menarik kepentingan yang hanya akan membuat kerugian dalam Muhammadiyah.
Muhammadiyah sebenarnya tidak pernah melarang kadernya untuk terjun di kancah politik praktis, bahkan mendukung kadernya untuk berkiprah di ranah politik. Hanya saja ketika sudah masuk dalam ranah politik, maka kepentingan praktis jangan dibawa ke dalam tubuh Presyarikatan, dan tetap menjunjung tinggi akhlaq sesuai dalam bingkai Muhammadiyah.
Dengan melihat langgam gerak Muhammadiyah mengenai politik tersebut, anggota atau kader Muhammdiyah yang aktif dalam Partai Politik jangan sampai mencampuradukkan dan membawa kepentingan politik ke dalam Persyarikatan. Lebih jauh lagi ketika konflik kepentingan dan pemikiran haruslah mengutamakan dan membela Muhammadiyah.




BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya: dengan dakwah amar ma ma’ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya.
Banyak orang berbicara bahwa dakwah amar makruf nahi mungkar yang telah menjadi “khittah” Muhammadiyah sejak awal, dimaksudkan untuk membatasi gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah dan sosial semata. Modernitas gerakan Muhammadiyah, lebih mengemuka pada wilayah state of mind, bukan pada tradisionalitas patronase kultural atau politik. Inilah yang menyebabkan “fatwa politik” petinggi Muhammadiyah, tidak mudah untuk begitu saja ditaati
2. SARAN
Muhammadiyah juga mengikuti politik, karena dapat menyebarkan agama lewat dakwah dan politik. Sehingga masyarakat lebih mudah mengenal dan memahami ajaran agama Islam dan maksud dari Muhammadiyah itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Nashir DR. Haedar, Manhaj Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah kerjasama dengan Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah).
Hidayat,Syamsul,M.Ag, 2011, Studi kemuhammadiyahan, LPID, Surakarta.
Alfian, Muhammadiyah The Political Behavior Of a Muslim Modernist Organization Under Dutch Colonialism, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989.
Arifin, MT, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1987
Syaifullah, Gerak Politik Muhammadiyah Dalam Masyumi, Jakarta: Grafiti, 1997

HUBUNGAN ANTARA SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan salah satu bidang garapan administrasi pendidikan. Istilah sekolah merupakan konsep yang luas, yang mencakup lembaga pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Namun istilah masyarakat merupakan konsep yang mengacu terhadap semua kalangan baik individu, kelompok, lembaga atau organisasi yang berada diluar sekolah sebagai lembaga pendidikan. Masyarakat yang bersifat kompleks yang terdiri dari berbagai macam tingkat masyarakat yang saling melengkapi, dan bersifat unik, sebagai akibat latar belakang dimensi budaya yang beragam hasil penelitian menunjukan betapa pentingnya program sekolah untuk selalu menghayati adanya hubungan kerja sama antar sekolah dengan masyarakat (Purwantoro, 2008: 188)
Hubungan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat, yaitu dengan melibatkan orang tua, dan masyarakat. Dalam hal ini kepemimpinan kepala sekolah mempunyai peranan menentukan sebagai satu kekuatan (power) di dalam menghimpun dan menggerakkan segala upaya dalam kerja sama dengan masyarakat untuk memperoleh berbagai dukungan sumber daya manusia, dana, serta dukungan informasi berbagai lembaga dan dukungan politis dari segenap jajaran aparat pendidikan (Setiawan, siaksoft.net).
Peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya lebih banyak bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Padahal peran serta dan dukungan masyarakat, baik dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, sekolah hendaknya menampung aspirasi dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan.
Kita sebagai calon pendidik dengan kemampuan yang profesional diharapkan mengadakan suatu jalinan kerja sama dengan masyarakat setempat khususnya. Jadi  kita di harapkan mengetahui cara bekerja sama dengan masyarakat secara baik demi melancarkan proses pendidikan sekolah.



B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalah yang akan dikaji dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud hubungan sekolah dengan masyarakat?
2. Bagaimana prinsip hubungan sekolah dengan masyarakat?
3. Apakah tujuan diadakannya hubungan sekolah dengan masyarakat?
4. Bagaimana Bentuk Opersional Hubungan Sekolah dengan Masyarakat?
5. Apa saja jenis hubungan sekolah dengan masyarakat?

C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah hal-hal berikut:
1. Mendeskripsikan pengertian hubungan sekolah dengan masyarakat.
2. Menjelaskan tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat.
3. Menjelaskan prinsip hubungan sekolah dengan masyarakat.
4. Menjelaskan Bentuk Opersional Hubungan Sekolah dengan Masyarakat.
5. Mejelaskan dan mengetahui tentang jenis hubungan sekolah dengan masyarakat.



BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Adapun pengertian hubungan sekolah dengan masyarakat menurut Abdurrachman ialah kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh kepercayaan, penghargaan dari publik suatu badan khususnya dan masyarakat pada umumnya (Suryosubroto, 2004: 155).
Suatu sekolah tidak dibenarkan melepas diri dari masyarakat. Sekolah itu tidak boleh menutup diri dengan masyarakat sekitarnya, sekolah juga tidak boleh menggunakan dan melaksanakan idenya sendiri tanpa melibatkan masyarakat setempat. Sebab pada hakekatnya sekolah merupakan milik masyarakat yang menginginkan agar sekolah bisa memberi pengaruh positif terhadap perkembangan masyarakat baik bersifat langsung maupun tidak langsung. Karena masyarakat siap mendukung usaha-usaha sekolah didaerahnya.
Sekolah merupakan organisasi yang hidup di tengah-tengah lingkungan dimana sekolah berada. Organisasi sekolah bersifat terbuka dalam arti kegiatan dan programnya dipengaruhi oleh lingkungannya. Sekolah sebagai anggota masyarakat harus mengadakan hubungan dengan masyarakat. Oleh karena itu, Antara sekolah dan masyarakat terjadi komunikasi dua arah untuk bisa saling memberi dan saling menerima (Wijono, 1989: 162).
Masyarakat dalam arti sempit di sini adalah masyarakat di lingkungan sekolah itu sendiri, sedangkan dalam arti luas yaitu masyarakat dalam negara dan bahkan bila diperlukan dapat dihubungkan dengan masyarakat Internasional. Sekolah-sekolah pada umumnya lebih banyak menghubungkan diri dengan masyarakat dalam arti sempit ialah masyarakat setempat, sebab fungsi sekolah yang pertama adalah melayani kebutuhan masyarakat setempat (Pidarta, 1992: 347).
Hubungan dengan masyarakat berarti komunikasi sekolah dengan masyarakat, ialah mengkomunikasikan masalah-masalah pendidikan baik yang bersumber dari sekolah maupun yang bersumber dari masyarakat. Komunikasi inilah merupakan pintu keterbukaan sekolah terhadap masyarakat, pintu yang menghubungkan sekolah sebagai sistem dengan masyarakat sebagai suprasistemnya.

2. Prinsip Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Untuk mencapai tujuan kerja sama sekolah dengan masyarakat, ada beberapa prinsip sebagai pedoman untuk melaksanakannya, yaitu yang dikemukakan oleh Elsbree dalam (Soetopo, 1982: 12)
a.       Ketahuilah apa yang Anda yakini. Dalam hal ini, merupakan tugas kepala sekolah untuk mengembangkan filsafat pendidikan yang menjadi dasar dan tujuan pendidikan di sekolah agar guru-guru dan staf tata usaha sadar akan apa yang dikerjakan di sekolah sehingga tidak ada kesimpangsiuran dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran.
b.      Laksanakanlah program pendidikan dengan baik dan bersahabat dengan masyarakat. Maksudnya, untuk mencapai kerja sama dan memperoleh bantuan dari masyarakat, buatlah program belajar bagi anak-anak sebaik mungkin, buatlah sekolah yang dapat menciptakan suasana yang bahagia dan situasi belajar yang menggairahkan bagi murid. Dan sekolah hendaknya melayani setiap orang yang datang ke sekolah itu secara bersahabat.
c.       Ketahuilah masyarakat Anda. Masyarakat sekolah hendaknya benar-benar mengetahui keadaan masyarakat di daerah itu, baik sifat dan problemnya maupun sumber-sumber yang ada dalam masyarakat tersebut.
d.      Adakan survey mengenai masyarakat di daerah tertentu. Survey itu perlu untuk menghimpun informasi yang meliputi aspek kehidupan masyarakat dan kondisinya. Pengenalan dalam masyarakat merupakan bahan dalam penyusunan hasil survey yang membantu anak-anak dadlam meningkatkan keingintahuan tentang orang-orang yang ada di sana, kejadian-kejadian, masa depan masyarakat, dan membangkitkan minat anak-anak untuk mengadakan penelitian tentang kesejahteraan masyarakat tersebut dan juga akan terbukanya pintu untuk kerja sama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat.
e.       Bahan-bahan dokumen. Dalam menyelidiki dan mempelajari keadaan masyarakat itu melalui dokumen-dokumen dari sumber-sumber seperti kantor sensus, lembaga-lembaga ilmiah, dan sebagainya.
f.        Keanggotaan dalam organisasi masyarakat. Banyak faedah dan tujuan yang akan diperoleh dari sekolah, tidak hanya mengetahui dari luar tetapi juga dari dalamdengan jalan menjadi anggota dari organisasi kepemudaan kebudayaan, dan sebagainya. Tujuan masuk organisasi bukan merumuskan sekolah tetapi cara bagaimana mereka dapat mengerti kepentingan sekolah serta turut membantu sekolah.
g.       Adakan kunjungan ke rumah. Banyak tujuan dan faedah yang akan diperoleh dari kunjungan guru ke rumah orang tua murid, baik untuk tujuan proses perkembangan anak maupun untuk menghimpun informasi tentang masyarakat di daerah tersebut.
h.       Layani masyarakat di daerah Anda. Sekolah melayani anak-anak dari masyarakat melalui pendidikan dan pengajaran, tetapi sekolah akan menjadi lebih baik bila dijadikan pusat kegiatan masyarakat. Misalnya pada suatu sekolah ada perpustakaan untuk masyarakat, tempat pertemuan, dan sebagainya. Sedangkan pengaturan kegiatan tersebut direncanakan dan dilaksanakan bersama.
3. Tujuan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Mengenai hubungan sekolah dengan masyarakat, T. Sianipar dalam (Purwantoro, 2008: 189). Meninjau dari sudut kepentingan kedua lembaga tersebut, yaitu kepentingan sekolah dan kepentingan masyarakat itu sendiri. Ditinjau dari kepentingan sekolah, pengembangan penyelenggaraan hubungan sekolah dan masyarakat bertujuan untuk:
1.      Memelihara kelangsungan hidup sekolah.
2.      Meningkatkan mutu pendidikandisekolah yang bersangkutan.
3.      Memperlancar proses belajar mengajar.
4.      Memperoleh dukungan dan bantuan dari masyarakat yang diperlukan dalam pengembangan dan pelaksanaan program sekolah.
Sedangkan jika ditinjau dari kebutuhan masyarakat itu sendiri, tujuan hubungannya dengan sekolah adalah untuk:
1.      Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam bidang mental-spiritual.
2.      Memperoleh bantuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat
3.      Menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan masyarakat.
4.      Memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang makin meningkat kemampuannya.
Secara lebih konkret lagi, tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah dengan masyarakat adalah:
1.      Mengenalkan pentingnya sekolah bagi masyarakat.
2.      Mendapatkan dukungan dan bantuan moril maupun financial yang diperlukan bagi pengembangan sekolah.
3.      Memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan program sekolah.
4.      Memperkaya atau memperluasprogram sekolah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
5.      Mengembangkan kerjasama yang lebih erat antara keluarga dan sekolah dalam mendidik anak.
4. Bentuk Opersional Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Bentuk Opersional Hubungan Sekolah dengan Masyarakat tergantung pada inisiatif dan kreatifitas sekolah, kondisi dan situasi, fasilitas sekolah dan sebagainya, yaitu diantanya:
a.       Di bidang Sarana Akademik
Tinggi rendahnya prestasi lulusan (kualitas maupun kuantitas), penelitian, karya ilmiah (lokal, nasional, internasiona), jumlah dan tingkat kesarjanaan pendidiknya, sarana dan prasarana akademik termasuk laboratorium dan perpustakaan atau PSB, SB yang mutakhir serta teknologi instruksional yang mendukung PBM, termasuk ukuran prestasi dan prestise-nya.
b.      Di bidang Sarana Pendidikan
Gedung atau bangunan sekolah termasuk ruang belajar, ruang praktikum, kantor dan sebagainya beserta perabot atau mebeuler yang memadai akan memiliki daya tarik tersendiri bagi popularitas sekolah.
c.       Di bidang Sosial
Partisipasi sekolah dengan masyarakat sekitarnya, seperti kerja bakti, perayaan-perayaan hari besar nasional atau keagamaan, sanitasi dan sebagainya akan menambah kesan masyarakat sekitar akan kepedulian sekolah terhadap lingkungan sekitar sebagai anggota masyarakat yang senantiasa sadar lingkungan demi baktinya terhadap pembangunan masyarakat.
d.      Fasilitas sekolah
Menyediakan fasilitas sekolah untuk kepentingan masyarakat sekitar sepanjang tidak mengganggu kelancaran PBM, demikian sebaliknya fasilitas yang ada di masyarakat sekitarnya dapat digunakan untuk kepentingan sekolah.
e.       Hubungan Masyarakat
Mengikutsertakan tokoh-tokoh masyarakat dalam kegiatan kurikuler dan ekstra-kurikuler sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan masih banyak lagi kegitan operasional hubungan sekolah dengan masyarakat yang dikreasikan sesuai situasi, kondisi serta kemampuan pihak-pihak terkait.


5. Jenis Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Banyak orang mengartikan hubungan kerjasama sekolah dan masyarakat itu dalam pengertian yang sempit. Mereka berpendapat bahwa hubungan kerjasama itu hanyalah dalam hal mendidik anak belaka. Padahal, hubungan kerjasama antara sekolah dan masyarakat itu mengandung arti yang lebih luas dan mencakup beberapa bidang. Sudah barang tentu bidang-bidang yang ada hubungannya dengan pendidikan anak-anak dan pendidikan masyarakat pada umumnya.
Penulis (Purwantoro, 2008: 193) berpendapat bahwa hubungan kerjasama sekolah dan masyarakat itu dapat digolongkan menjdi tiga jenis hubungan, yaitu:
a.        Hubungan edukatif
Hubungan ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan prinsip atau bahkan pertentangan yang dpat mengakibatkan keraguan pendirian dan sikap pada diri anak. Antara sekolah yang diwakili oleh guru dan orang tua tidak saling berbeda atau berselisih paham, baik tentang norma-norma etika maupun norma-norma sosial yang hendak ditanamkan kepada anak didik mereka.
b.      Hubungan kultural
Kita mengetahui bahwa sekolah merupakan suatu lembaga yang seharusnya dapat dijadikan barometer bagi murid-muridnya. Kehidupan, cara berpikir, kepercayaan, kesenian, adat istiadat dari masyarakat. Bahkan yang lebih diharapkan adalah hendaknya sekolah itu dapat merupakan titik pusat dan sumber tempat terpencarnya norma-norma kehidupan (norma agama, etika, sosial, estetika, dan sebagainya) yang baik bagi kemajuan masyarakat yang selalu berubah dan berkembang maju. Jadi, bukanlah sebaliknya sekolah hanya mengintroduksikan apa yang hidup dan berkembang di masyarakat.
c.       Hubungan institusional
Dengan adanya hubungan ini sekolah dapat meminta bantuan dari lembaga-lembaga lain, baik berupa tenaga pengajar, pemberi ceramah tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengadaan dan pengembangan materi kurikulum maupun bantuan yang berupa fasilitas serta alat-alat yang diperlukan bagi kelancaran program sekolah.
Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa dengan dilaksanakannya ketiga jenis hubungan sekolah dan masyarakat seperti telah diuraikan di atas, diharapkan sekolah tidak lagi selalu ketiggalan dengan perubahan dan tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang. Apalagi menghadapi era globalisasi seperti sekarang ini, ketika masyarakat berubah dan berkembang dengan sangat pesatnya akibat kemajuan teknologi, sehingga seperti dikatakan oleh Tilaar, sekolah makin tercecer dan terisolasi dari masyarakat, sekolah lebih berfungsi sebagai penjara intlek. Maka untuk dapat memperoleh kembali fungsi yang sebenarnya, sekolah harus merupakan salah satu pusat belajar dari banyak pusatbelajar yang kini dikategorikan sebagai pendidikan nonformal.
Adanya hubungan sekolah dan masyarakat ini dimaksudkan pula agar proses belajar yang berlaku di sekolah mengalami perubahan, dari proses belajar dengan cara “menyuapi”, dengan bahan pelajaran yang telah dicerna oleh guru, menjadi proses belajar yang inovatif, yaitu belajar secara antisipatoris dan partisipatoris. Anak-anak dididik untuk berpartisipasi dalam arti luas di dalam kehidupan masyarakat, dan dapat mengantisipasi kehidupan masyarakat yang akan dating tempat mereka akan hidup dan terlibat didalamnya setelah mereka dewasa.


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Bahwa hubungan dengan masyarakat bagi suatu sekolah adalah hubungan dua arah antara sekolah dengan masyarakat untuk memusyawarahkan ide-ide dan informasi-informasi tertentu yang berguna bagi peningkatan pendidikan.
Manfaat hubungan sekolah dengan masyarakat dapat diuraikan sebagai berikut: Bagi masyarakat: tahu hal-hal persekolahan dan inovasi-inovasinya, kebutuhan-kebutuhan masyarakat tentang pendidikan lebih mudah diwujudkan, menyalurkan kebutuhan berpartisipasi dalam pendidikan, melakukan tekanan/tuntutan terhadap sekolah. Sedangkan manfaaat bagi sekolah: memperbesar dorongan, mawas diri, memudahkan memperbaiki pendidikan, memperbesar usaha meningkatkan profesi staf, konsep masyarakat tentang guru menjadi benar, mendapatkan koreksi dari kelompok penuntut, mendapat dukungan moral dari masyarakat, memudahkan meminta bantuan dan material dari masyarakat, memudahkan pemakaian media pendidikan di masyarakat, memudahkan pemanfaatan narasumber.
Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat yaitu: mengenalkan pentingnya sekolah bagi masyarakat, mendapatkan dukungan dan bantuan moril maupun financial yang diperlukan bagi pengembangan sekolah, memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan program sekolah, memperkaya atau memperluasprogram sekolah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, mengembangkan kerjasama yang lebih erat antara keluarga dan sekolah dalam mendidik anak.
Peranan Pihak-pihak yang Terkait Hubungan antara Sekolah dan Masyarakat: Orang tua, guru, komite sekolah, kepala sekolah, supervisor.
Prinsip Hubungan Sekolah dan Masyarakat diantaranya: ketahuilah apa yang Anda yakini, laksanakanlah program pendidikan dengan baik dan bersahabat dengan masyarakat, ketahuilah masyarakat Anda, adakan survey mengenai masyarakat di daerah tertentu, bahan-bahan dokumen, keanggotaan dalam organisasi masyarakat, adakan kunjungan ke rumah, layani masyarakat di daerah Anda, doronglah masyarakat untuk melayani sekolah.
Jenis Hubungan Sekolah dengan Masyarakat yaitu hubungan edukatif, hubungan kultural, dan hubungan Institusional.


DAFTAR PUSTAKA

Akhir, Ibnu. 2008. Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat. (online). (http//khairuddinsb.blogspot.con/2008/07/hubungan-sekolah-dengan-masyarakat.htaml).
Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwantoro, M. Ngalim. 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rohmah, Nailur. 2010. Mutu Pendidikan Agama Islam. (online). (http://lib.Uin-Malang.ac.id/?mod=th_detail&id=05120099).
Setiawan, Yasin. 2009. http://siaksoft.net/?p=560, diakses 26 Februari 2009.
Soetopo, Hendyat dan Wasty Sumanto. 1982. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wijono. 1989. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: P2LPTK

PERANAN KELUARGA, SEKOLAH DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN ANAK



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
            Sebagian besar anak akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni, keluarga, sekolah, dan masyarakat. ketiganya biasa disebut dengan tripusat pendidikan. Hal yang terpenting adalah lingkungan yang pertama kali dikenal oleh anak merupakan keluarga.
Pada masyarakat yang masih sederhana, keluarga umummnya mempunyai dua fungsi, yaitu: fungsi konsumsi dan fungsi produksi. Kedua fungsi ini mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi anak.  Kehidupan masa depan anak pada masyarakat tradisional tidak jauh berbeda dengan kehidupan orang tuannya. Pada masyarakat semacam ini, orang tua yang mengajar pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup. Orang tua pula yang melatih dan memberi petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan. Sampai anak menjadi dewasa.
Tetapi pada masyarakat modern, maka pendidikan yang semula menjadi tanggung jawab keluarga itu kini sebagian besar diambil alih oleh sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya. Pada tingkat permulaan fungsi ibu sebagian sudah diambil alih oleh pendidikan prasekolah. Bahkan fungsi pembentukan watak dan sikap mental pada masyarakat modern berangsur-angsur diambil alih oleh sekolah dan organisasi sosial lainnya.
Meskipun keluarga kehilangan sejumlah fungsi yang semula menjadi tanggung jawabnya, namun keluarga masih tetap merupakan lembaga yang paling penting dalam proses sosialisasi anak, karena keluarga yang memberikan tuntunan dan contoh-contoh semenjak masa anak sampai dewasa.
Namun dalam masyarakat modern orangtua harus membagi otoritas dengan orang lain terutama guru dan pemuka masyarakat, bahkan dengan anak mereka sendiri yang memperolah pengetahuan baru dari luar keluarga. Perubahan sifat hubungan orang tua dengan anaknya itu, akan diiringi pula dengan perubahan hubungan guru dengan siswa serta didukung dengan keterbukaan yang demokratis dalam masyarakat. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara ketiga pusat pendidikan itu.


2.      Rumusan Masalah
Ada hal yang perlu menjadi perhatian dalam melakukan pendidikan bagi anak, atau generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa kelak, dan juga ada beberapa hal yang perlu dikaji secara mendalam agar proses pendidikan berjalan dengan baik dan bergerak menuju cita-cita bersama yang tertuang dalam tujuan pendidikan. Oleh karena itu setiap pihak harus memahami betul peran yang akan dijalankannya berkaitan dengan tugas pendidikan yang disandangnya, Yaitu:
a.       Bagaimana orang tua/keluarga dapat melaksanakan perannya dalam pendidikan anak dengan baik?
b.      Bagaimana pula peran sekolah dalam membentuk cikal bakal tulang punggung Bangsa ini?
c.       Apakah peran masyarakat dalam pendidikan anak?

3.       Tujuan
Dengan adanya perumusan masalah diatas, maka perlu di jabarkan beberapa tujuan yang akan dicapai dalam tulisan ini, diantaranya:
a.       Mendeskripsikan pentingnya peran keluarga/ orang tua dalam proses pendidikan anak.
b.      Menjelaskan dan mengetahui beberapa peranan persekolahan dalam membetuk peserta didik yang bemoral dan berakhalak mulia dalam menyongsong Bangsa dan Negara ini menjadi lebih baik.
c.       Menjelaskan peranan penting yang harus dilakukan masyarakat dalam pendidikan untuk membentuk generasi muda yang ideal.



BAB II
P EMBAHASAN
A.     Pentingnya Peranan Keluarga dalam Pendidikan
Peranan Orang tua memberikan pendidikan utama bagi anak-anaknya. Dikatakan pendidikan utama karena pendidikan orang tua ini mempunyai pengaruh yang dalam bagi kehidupan anak di kemudian hari. Oleh karenanya, orang tua harus benar-benar menyadarinya sehingga mereka dapat memerankannya sebagaimana mestinya (Uhbiyati, 2005: 225).
a.       Memangun karakter utama bagi anak
Pendidkian karakter utama harus di bangun dan diwujudkan adalah sikap bersilaturahmi, yaitu saling berintraksi sehingga dapat melakuakan kerja sama dalam membangun masyarakat. Kemudian karakter yang harus dibangun adalah emosi yang kuat untuk meyakini adanya Tuhan dan hari pembalasan.
Perkebangan karakter anak dimulai dari pergaulannya dalam kehidupan keluarga, kemudian berlanjut di lingkungan sekolah. Sekolah sebagai tempat pembelajaran anak sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan mentalitas anak di lingkungan terdekatnya (Hamid, Beni Ahmad Saebani, 2013: 61-65).
b.      Pola asuh menentukan keberhasilan pendidikan anak dalam keluarga
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai- nilai kebijakan pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis, serta norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Beberapa macam  contoh pola asuh :
1)      Pola asuh otoriter, yaitu kekuasan orang tua lebih dominan, anak tidak diakui sebagai pribadi yang mandiri, control terhadap tingkah laku anak sangat ketat, orang tua menghukum anak jika tidak patuh.
2)      Pola asuh demokratis, kerjasama antara orang tua dengan anak, anak diakui sebagai pribadi yang mandiri, ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, control orang tua tidak kaku.
3)      Pola asuh permisif, lebih didominasi oleh anak, sikap longgar atau kebebasan dari orang tua, control dan perhatian orang tua sangat kurang.
4)      Moderat, yaitu adakalanya orangtua harus otoriter untuk hal yang darurat, dan ada saatnya berlaku demokratis terhadap anaknya.
Melalui pola asuh yang dilakukan orang tua, anak akan belajar banyak hal, termasuk karakter. Artinya jenis pola asuh yang ditetapkan orang tua terhadap anaknya menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak oleh keluarga.
c.       Kesalahan keluarga dalam mendidik anak mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak.
Kesalahan dalam pengasuhan anak akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik. Beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak dapat mempengaruhi kecerdasan emosi anak, diantaranya adalah:
a.       Terlalu sibuk bekerja sehingga kurang komunikasi dengan anak;
b.      Kurang memberikan kasih sayang;
c.       Selalu mengukur rasa cinta terhadap anak dengan materi;
d.      Selalu bertengkar didepan anak, dan lain sebagainya.
Dampak salah asuh diatas akan menimbulkan anak yang mempunyai kepribadian yang bermasalah atau kecedasan emosi yang rendah yang cendrung berprilaku kurang baik, acuh terhadap temannya, dll. (Hamid, Beni Ahmad Saebani, 2013: 176)

B.     Peranan Sekolah dalam Pendidikan
Sekolah mengambil peranan penting dalam membentuk moral anak didik menjadi lebih baik. Pendidikan moral dapat diartikan sebagai suatu konsep kebaikan (konsep yang bermoral) yang diajarkan kepada peserta didik (generasi muda masyarakat) untuk membentuk akhlak mulia dan berprilaku terpuji seperti terdapat dalam pancasila dan UU 1945. Dalam penyajian pendidikan bermoral, guru diharapkan membantu peserta didik mengembangkan dirinya, baik secara keilmuan maupun secara mental keagamaan (Darmadi, 2007: 56).
Di sekolah, peserta didik akan  dibimbing,  diarahkan, dan dilatih. Peserta didik juga dibekali dengan nilai-nilai luhur, tata tertib, sopan santun, tata krama, budi pekerti, serta adat budaya (Muryati, Juju Suryawati, 2007: 106).
Setelah anak mencapai umur matang bersekolah, maka disamping pengalaman hidup di dalam keluarga, ia memasuki pusat pendidikan yang kedua yaitu sekolah. Transisi dari rumah ke sekolah perlu diperhatikan oleh para guru dan orang tua. Hari-hari yang pertama disekolah merupakan situasi peralihan dari situasi bebas ke situasi terikat. Karena itu guru-guru perlu menciptakan situasi belajar dan mengajar dimana kebutuhan dasar anak dapat terpenuhi terutama kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan rasa aman, sehingga kehidupan di sekolah bukan merupakan hal yang menakutkan bagi anak-anak (Suwarno, 1992: 69).
Lembaga pendidikan formal, lahir serta tumbuh dari dan untuk masyarakat yang bersangkutan. Artinya, sekolah sebagai pusat pendidikan formal merupakan prangkat masyarakat yang diamanihi untuk memberikan pendidikan. Lembaga formal tersebut mempunyai hubungan kerja sama dengan pranata sosial lainnya. Dalam hubungan ini, peranan sekolah dituntut untuk tanggap dan fungsional terhadap kelangsungan dan perkembangan masyarakat di lingkungannya (Salam, 2011: 134).
Sekolah melakukan pembinaan pendidikan untuk peserta didiknya didasarkan atas kepercayaan dan tuntutan zaman. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggunga jawab atas tiga faktor:
a. Tanggung Jawab Normal
Sekolah sebagai lembaga pendidikan sesuai fungsi, tugas dan tujuan pendidikan. Harus melaksanakan pembinaan menurut ketentuan yang berlaku.
b. Tanggung Jawab Keilmuan
Sekolah  sebagai lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab mentransfer pengetahuan kepada anak didiknya.
c. Tanggung jawab fungsional
Sekolah selain harus melakukan pembinaan sesuai ketentuan yang berlaku, sekolah juga harus bertanggunga jawab melalui pendidik (guru) untuk melaksanakan program yang terstruktur di dalam kurikulum. (Husnuddin, pdf).

C.     Peranan Masyarakat dalam Pendidikan
Peran serta Masyarakat (PSM) dalam pendidikan memang sangat erat kaitannya dengan mengubah cara pandang masyarakat terhadap pendidikan terutama pendidikan terhadap anak. ini tentu saja bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Akan tetapi apabila tidak dimulai dan dilakukan dari sekarang. kapan rasa memiliki, kepedulian, keterlibatan, dan peran aktif masyarakat dengan tingkatan maksimal dalam pendidikan anak.
Masyarakat apabila dilihat dari konsep sosiologi adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam suatu kawasan dan saling berinteraksi. Bila dilihat dari konsep pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan baanyak orang dengan berbagai ragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai pada yang berpendidikan tinggi. Ia adalah laboratorium besar tempat para anggotanya mengamalkan semua keterampilan yang dimilikinya.
Di lihat dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut lingkungan pendidikan non formal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya, teteapi tidak sistematis. Secara fungsional masyarakat menerima semua anggotanya yang pluralistik (Majemuk) itu dan mengarahkan menjadi anggota masyarakat yang baik untuk tercapainya kesejahteraan sosial para anggotanya yaitu kesejahteraan mental spiritual dan fisikal atau kesejahteraan lahir dan batin.
Kalau disekolah, pendidiknya adalah guru. Maka kalau di masyarakat yang menjadi pendidiknya adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya melalui sosialisasi lanjutan yang mana pendidikan dasar-dasarnya telah diletakan oleh keluarga dan juga sekolah sebelum mereka masuk kedalam masyarakat. (Husnuddin, pdf).
Mayarakat haruslah melakukan peran penting dalam mendidik generasi mudanya, Jika individu anak melakukan penyimpangan dalam setiap aktifitas atau perilakunya, maka masyarakat dapat melakukan pembinaan melalui teguran, pemnbinaan, atau menerapkan pola pendidikan lainya yang bertujuan jelas demi kebaikan anak. (An Nahlawi, 1995: 178)


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
           
Disamping peningkatan kontribusi dalam perannya masing-masing, antara keluarga, sekolah, dan masyarakat terhadap perkembangan peserta didik, diprasyaratkan pula keserasian kontribusi ini, serta kerjasama yang erat dan harmonis antar ketiga pusat pendidikan anak tersebut. Berbagai upaya harus dilakukan, program pendidikan dari setiap unsur sumber pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat diharapkan dapat saling mendukung dan memperkuat antara satu dengan yang lainnya.
Dengan masing masing peran yang dilakukan dengan baik oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat dalam pendidikan, yang saling memperkuat dan saling melengkapi antara ketiga pusat itu, akan memberi peluang besar mewujudkan sumber daya manusia terdidik yang bermutu.
A.                 Saran-Saran
            Mengharapkan setiap pihak yang terlibat dalam pendidikan agar lebih menguatkan tekad untuk berperan aktif dalam pendidikan, agar jalan menuju tujuan pendidikan yang dicita-cita setiap manusia dapat segera terwujud. Dan berusaha memulai hal
-hal positif yang dapat membantu proses pendidikan secepat mungkin. Serta tidak perlu menunggu yang lain. sebaiknya dari unsur terkecil yaitu individu, Dan setiap individu inilah diharapkan menjadi sekumpulan orang yang peduli pada pendidikan, sekumpulan kecil ini diharapkan dapat mewarnai seluruh rakyat yang besar ini terhadap kesadarannya akan peran masing- masing dalam pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA

An Nahlawi, Abdurrahman. 1995. Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah dan Masayrakat. Jakarta: Gema Insani Press
Darmadi, Hamid. 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta.
Hamid, Hamdani, Beni Ahmad Saebani. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Husnudin. POLA KERJASAMA TRI PUSAT PENDIDIKAN: Ditinjau dari Peranan keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Pdf
Muryati Kun, Juju Suryawati. 2007. Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Salam, Burhanuddin. 2011. Pengantar pedagogik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Suwarno. 1992. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Uhbiyati, Nur. 2005. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Bottom of Form